BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

05 April 2009

Minggu Palmarum GKJ Cilacap

Minggu Palmarum GKJ Cilacap

“Hosana…hosanna…hosanna…” demikian teriakan jemaat sambil melambaikan daun palem dalam arak-arakan Minggu Palmarum di GKJ Cilacap minggu 5 April 2009 jam 07.00 WIB. Sebagaimana dirayakan oleh gereja-gereja, Minggu Palmarum mempunyai arti khusus dalam rangka persiapan Yesus Kristus menghadapi kematian di kayu salib. Dengan masuknya Yesus Kristus ke Yerusalem berarti Dia bersedia untuk menderita dan mati di atas kayu salib sebagai buah ketaatan kepada Allah Bapa. Yang dipikirkan Yesus Kristus dengan masuk ke kota Yerusalem, yang kita peringati sebagai Minggu Palmarum, adalah demi menyelamatkan manusia yang berdosa. Dengan sadar dan tulus Dia bersedia menerima “cawan” yang diberikan oleh Allah kepadaNya untuk keselamatan manusia melalui kematian di kayu salib. Namun yang dipikirkan manusia, Yesus masuk ke Yerusalem sebagai seorang Raja yang akan menyelamatkan umat Israel dari penjajahan kekaisaran Romawi serta membawa kelepasan dari berbagai bentuk tekanan hidup sehari-hari.

Kedatangan Yesus Kristus ke Yerusalem diartikan oleh orang banyak di Yerusalem sebagai sebuah misi politis. Dengan pengharapan yang sedemikian besar maka Yesus Kristus mendapat sambutan: “Hosana…hosanna…hosanna…diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel”. Teriakan mereka ini mengandung maksud bahwa mereka bergantung dan berharap besar kepada Yesus Kristus yang akan segera membawa umat kepada kejayaan politis dan jasmaniah.

Ketika harapan tinggi umat tidak tercapai, maka merekapun kecewa berat kepada Yesus Kristus hingga akhirnya mereka mengubah teriakannya dengan; “salibkan Dia…salibkan Dia…”. Begitu cepat, begitu mudah seseorang berbalik arah ketika harapannya tidak menjadi kenyataan, yang sebelumnya mencintai namun ketika cinta itu bertepuk sebelah tangan maka kebencian dan hujatan sebagai gantinya. Demikianlah karakter manusia…termasuk kita-kita ini kan? Ketika harapan yang kita gantungkan kepada seseorang ataupun bahkan kepada Tuhan tidak kesampaian, kita lalu kecewa, membenci dan mendendam…

Nah…untuk menghayati kesediaan dan pengorbanan Yesus Kristus untuk sengsara dan mati, maka dalam ibadah Minggu Palmarum tahun 2009 jemaat GKJ Cilacap mengadakan prosesi arak-arakan yang menggambarkan Yesus Kristus masuk kota Yerusalem. Perarakan tersebut disutradarai oleh pak Teguh, ingat to dengan dia? Itu lho sang Pendekar Kipas Sakti alias sang pembakar ikan waktu kita touring ke pantai Pasir - Kebumen.

Dalam prosesi tersebut aku berperan sebagai Yesus yang masuk kota Yerusalem dengan mengendarai kuda (maklum cari keledai tidak bisa mendapatkan). Yang lebih menyenangkan lagi adalah pengkhotbah dan majelis memakai pakaian adat jawa dan jemaat dihimbau untuk memakai pakaian batik (ini namanya…nguri-uri kabudayan jawi). Ternyata perarakan dalam Minggu Palmaru ini mendapat sambutan yang sangat antusias dari jemaat…padahal baru pertama kali diadakan di GKJ Cilacap. Hal itu dapat dilihat dari kehadiran jemaat yang sampai luber…jemaat membawa daun palem yang disarankan…trus 99% jemaat pakai pakaian batik.

Wah…ternyata naik kuda itu enak lho meski sebentar aja, apalagi aku pakai beskap. Susah tapi menyenangkan…jadi ingat waktu nikahan dulu…dan memang Minggu Palmarum 5 April 2009 ini merupakan hari ulang tahun pernikahanku yang ke-6. Jadinya kaya mantenan lagi lho…tapi busananya tok lho ya…aku pakai beskap putih yang biasa dipakai manten. Kata bu Sarkoro, perias kami; “Tuhan Yesusnya biar beda dengan murid-muridnya”. Ketika aku perhatikan wajah-wajah jemaat yang ikut bersorak-sorai dalam perarakan hampir semua kelihatan giginya…alias senyum lebar. Tapi aku nggak tahu apa yang ada dalam benak mereka. Mungkin saja mereka terkesan dengan prosesi arak-arakan dengan menggunakan pakaian adat jawa plus kuda yang ikut memeriahkan perarakan Minggu Palmarum. Tapi mungkin juga wajah-wajah cerah mereka karena terkagum-kagum dengan pangeran ganteng yang naik kuda…he..he…boleh dong PD dikit.

Untuk melengkapi nuansa jawa supaya lebih terasa, maka ketika arak-arakan dimulai gending-gending gamelanpun mengiringi perakakan kami. Begitu pula sebagian lagu dalam ibadah diiringi dengan gamelan, dimana mereka dilatih oleh bapak Sutarno dengan nyanyian KPK. Maka jadilah perpaduan yang harmonis antara musik modern dengan musik tradisional, antara selera muda dan selera tua, tapi itu semua malah menambah kemeriahan dan keunikan ibadah Minggu Palmarum.

Setelah selesai ibadah Minggu Palmarum ada beberapa orang ibu-ibu berkomentar; “wah…ibadah kali ini ada suasana yang beda lho, suasana terasa lebih tenang dan jemaat terlihat lebih sungguh mengikuti ibadah”. Sebatas pendengaranku tidak ada tanggapan miring dari majelis ataupun jemaat berkaitan dengan ibadah Minggu Palmarum dengan arak-arakan menggunakan pakaian adat serta menggunakan kuda. Hal ini aku anggap sebagai lampu hijau untuk mengadakan bentuk-bentuk ibadah dan liturgi alternatif yang dapat digunakan oleh jemaat sebagai media untuk lebih menghayati karya penyelamatan Yesus Kristus. Akhirkata, kiranya Tuhan Yesus Kristus memberkati pelayanan kita. (yaw).

2 komentar:

karyo mengatakan...

Wah kayak Breaking News, beritanya langsung realease he......he....
Maju terus Bang Yos yang penting tidak menyakiti hati Tuhan

Jeremia Nugroho mengatakan...

salut, GKJ emang top!
Memang perlu variasi pak. Soalnya kalo sama terus, makin hari jemaat makin sulit menghayati betapa beratnya misi yang diemban Yesus. Betapa beratnya untuk tidak mundur selangkahpun, meskipun tau persis apa yang akan Dia hadapi di depannya.