BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

17 April 2009

KLENTENG

Tuh lihat....istri dan anakku, Michael, sedang di depan klenteng Tien Kok Sie di Jalan RE Martadinata Solo, tepatnya di sebelah selatan Pasar Gede, tempat ibadah bagi umat Tri Dharma (Budhisme, Taoisme dan Kong Hu Cu), dengan bentuk bangunannya yang khas. Klenteng yang persisnya terletak di Jalan RE Martadinata No 12 Solo ini ternyata sudah berdiri 263 tahun yang lalu lho...tepatnya pada tahun 1745. Klenteng yang dikenal dengan nama Klenteng Tien Kok Sie ini juga dikenal sebagai Avalokitheswara, tempat ibadah umat Tri Dharma. Bangunan Kelenteng Tien Kok Sie kental dengan arsitektur Tiongkok. Nilai sejarah kelenteng itu membuat banyak pengunjung dari luar Jawa yang singgah untuk berdoa. Bahkan waktu aku berkunjung ke klenteng itu ada beberapa orang muslim berdoa disana. ketika saya tanya pada pengurus klenteng, dia mangatakan pada saya: "Memang di klenteng ini banyak umat agama lain yang berdoa , mas juga boleh kok kalo mau berdoa disini". Wah menarik juga, tapi aku belum sejahtera untuk melakukannya. Jadi aku minta ijin untuk foto-foto aja.

Tentang asal-usul istilah klenteng tidak ada catatan resmi bagaimana istilah "Klenteng" ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Klenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam klenteng sebagai bagian ritual ibadah.

Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di Cina.

Pada mulanya "Miao" adalah tempat penghormatan pada leluhur "Ci" (rumah abu). Pada awalnya masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abu. Para dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga/family/klan mereka. Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa/Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abu leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga/marga/klan masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran/agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.

Miao - atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal. Saat ini Miao (Klenteng) bukan lagi milik dari marga, suku, agama, organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama, termasuk bagi umat yang beragama lain. Wah...wah...sangat ideal ya...tuk tumbuhkan rasa persaudaraan and persatuan. Ngomong-omong...gereja bisa nggak ya jadi lebih terbuka kayak klenteng? Pendapatmu gimana hayoo.....?


3 komentar:

Dare To Succeed mengatakan...

Jika gereja lebih terbuka, maka akan banyak orang lebih mengenal Yesus Kristus, sangat setuju.

silentnight mengatakan...

Sepertinya kayak greja2 Katolik, dimana jemaat bisa setiap saat berdoa di greja, menjadi tempat ziarah, dlsb. Mengapa Gereja Kristen tidak? Hayuk...

Blogger IDN mengatakan...

Syaloom,
Gunakan gereja sebagai mana fungsi utamanya. Masih banyak cara untuk menunjukkan keterbukaan gereja bagi umat manusia, tanpa harus mengorbankan fungsi utama gedung gereja sebagai tempat untuk beribadah.
Kalo gedung gereja digunakan untuk kegiatan yang terkait peribadahan jemaat (meskipun kegiatan tersebut diluar kebaktian minggu dan peringatan hari besar)saya rasa masih bisa dilaksanakan.
Saya rasa masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika membuka gedung gereja untuk kegiatan-kegiatan di luar peribadahan.
Jika suatu saat hal ini perlu didiskusikan, saya akan dengan senang hati untuk berpartisipasi dalam diskusi tersebut.
GBU.