BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

22 Mei 2009

Gereja Kristen Jawa Nusakambangan riwayatmu kini.


“ GEREJA KRISTEN J
AWA (GKJ) NUSAKAMBANGAN RIWAYATMU KINI “

Oleh: Pdt. Yosafat AW, S.Si

Sungguh sangat memprihatinkan melihat sebuah gedung gereja yang sama sekali tidak terpelihara. Keprihatinan semakin mendalam ketika kita masuk ke dalam gedung gereja ini, ternyata telah menjadi tempat untuk menumpuk berkakas yang tidak dipakai dan barang rongsok alias beralih fungsi jadi gudang. Ironis sekali, ketika banyak gereja kesulitan mendapatkan ijin beribadah dan mendirikan bangunan justru di “pulau penjara” ini sebuah gedung gereja yang telah puluhan tahun ada dibiarkan “hilang” dari komunitas GKJ dan gereja-gereja di Indonesia. Itulah yang terjadi dengan kondisi gedung gereja eks GKJ Nusakambangan yang dahulu pernah menjadi bagian dari keluarga besar Sinode Gereja-Gereja Kristen Jawa. GKJ Nusakambangan, mau kemanakah engkau?

Nusakambangan atau yang juga dikenal sebagai “pulau penjara” adalah sebuah pulau yang berada di sebelah selatan kota Cilacap, pulau ini masuk dalam wilayah kelurahan tambakreja kecamatan Cilacap Selatan kabupaten Cilacap. Lebar pulau ini antara 6 – 8 km dan panjang pulau ini kurang lebih 30 km membujur dari arah timur ke arah barat. Kondisi alam di Nusakambangan bergunung-gunung dengan hutan tropis yang masih perawan. Tumbuhan dan Satwa liar di Nusakambangan memiliki ciri khas tersendiri disbanding dengan hutan tropis di bagian wilayah Indonesia yang lain. Macan kumbang Nusakambangan dan pohon Plalar menjadi salah ciri khas pulau ini yang juga dilindungi oleh undang-undang.

Semenjak ditetapkan sebagai pulau penjara oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1908, pulau ini menyimpan banyak misteri bagi sebagian besar penduduk di Indonesia. Kesan seram dan sangar disandang oleh pulau ini begitu ditetapkan khusus sebagai tempat pembinaan bagi narapidana kelas berat. Sebagai tempat yang sulit di akses dan “terasing” membuat orang berpikir hal yang terburuk terjadi pada para narapidana di Nusakambangan. Selain kesan seram dan sangar, Nusakambangan juga menimbulkan kekaguman sebagian penduduk Indonesia. Keindahan alam yang masih asli menarik hati orang untuk bisa menikmatinya dari dekat. Ekologi pulau Nusakambangan sangat terjaga berkat ditetapkannya Nusakambangan sebagai pulau yang tertutup bagi masyarakat, sehingga tangan-tangan yang haus “mengubah” pulau ini bisa dieliminir.

Ketika semakin banyak narapidana yang dikirim ke pulau ini, maka kebutuhan pengamanan atas merekapun juga bertambah. Para penjaga dan pembina narapidana (sipir) ditambah untuk memperkuat pengawasan atas narapidana, para sipir penjara ini membawa serta keluarga mereka. Diantara para sipir dan keluarganya tersebut terdapat beberapa jemaat Kristen, karena itu untuk pemeliharaan iman dibangunlah persekutuan yang akhirnya juga didirikan sebuah gedung gereja di pulau Nusakambangan tepatnya terletak di wilayah Candi, Batu – Nusakambangan. Jemaat ini pada mulanya dilayani oleh GKJ Cilacap dan Klasis Banyumas Selatan, namun akhirnya menjadi jemaat yang dewasa dengan nama GKJ Nusakambangan. Setelah menjadi gereja dewasa GKJ Nusakambangan kemudian dilayani oleh Ds. Suparno sebagai pendeta utusan di Klasis banyumas Selatan. Ds. Supano inilah yang selanjutnya melayani jemaat GKJ Nusakambangan yang sebagian besar terdiri dari para sipir penjara beserta keluarganya, termasuk pula para narapidana yang beragama Kristen. Karena pelayanan Ds. Suparno kepada Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Nusakambangan, maka masyarakat Cilacap lebih mengenal Ds. Suparno dengan sebutan sebagai “pendeta maling”. GKJ Nusakambangan mencapai puncak pelayanan ketika masa “panen raya” umat Tuhan di Indonesia. Setelah G30S PKI berakhir di Indonesia, ribuan tahanan politik dikirim ke Nusakambangan. Banyak diantara mereka yang masuk menjadi agama Kristen atas dorongan pemerintah waktu itu bahwa setiap penduduk Indonesia harus beragama.

Namun setelah tahanan politik dibebaskan sekitar tahun 1979 LP-LP di Nusakambangan mulai banyak yang kosong. Tahun 1980 an, dari 9 LP yang ada di Nusakambangan 5 diantaranya sudah ditutup sehingga hanya 4 LP yang masih difungsikan. Seiring ditutupnya separuh lebih LP di Nusakambangan maka dengan sendirinya juga ada pengurangan sipir penjara. Hal ini juga berdampak kepada menurunnya anggota jemaat GKJ Nusakambangan yang memang hampir semua adalah sipir penjara. Pada kisaran tahun 1980 an ini juga pelayanan di GKJ Nusakambangan mulai berkurang hingga akhirnya hilang sama sekali. Hingga kini, GKJ Nusakambangan sudah sekitar 30 tahun “hilang” dari keluarga besar Sinode GKJ. Belum ditemukan data-data historis mengenai kapan “berakhirnya” GKJ Nusakambangan. Saat ini saya masih mencari data-data yang menyangkut keberadaan dan kejelasan status GKJ Nusakambangan. Mungkin Klasis Banyumas Selatan atau mungkin Sinode GKJ bisa menolong untuk melengkapi “pencarian” GKJ Nusakambangan.

Berangkat dari keprihatinan setiap kali saya melakukan pelayanan di LP-LP Nusakambangan, maka saya mengajak dan mendorong jemaat GKJ Cilacap untuk “ngurusi” gedung gereja eks GKJ Nusakambangan. Hingga akhirnya gayung bersambut, dalam rangka kegiatan MPDK II tahun 2009 ini Majelis GKJ Cilacap menyetujui panitia MPDK bersama dengan jemaat mengadakan kerja bakti di gedung gereja tersebut berikut pula mendanai kebutuhan yang diperlukan. Sungguh luar biasa sambutan jemaat untuk turut dalam kegiatan membersihkan “bagian dari Sinode GKJ” tersebut. Ada sekitar 75 orang yang ikut, terdiri dari anak-anak, pemuda dan remaja, warga dewasa dan para warga adiyuswo (nenek yang sudah 75 tahun ikut pula…semangat mbah!).

Setelah kami mengurus perijinan yang diperlukan, pada hari Minggu 17 Mei 2009 jam 09.00 WIB kita bertolak dari dermada Wijayapura Cilacap menuju dermaga Sodong Nusakambangan yang selanjutnya kami menuju lokasi daerah Candi, Batu Nusakambangan. Sesampai di lokasi tidak sedikit yang mengerutkan dahi bahkan ada yang meneteskan air mata karena melihat kondisi fisik gedung gereja eks GKJ Nusakambangan. Mbah Warno (75 th) bergumam: “Dhuh Gusti, nyuwun pangapura…dene padaleman Paduka kados mekaten”. Mungkin mbah Warno merasa sedih dan bersalah sebab mengenang kejayaan GKJ Nusakambangan pada jamannya sangat berbeda dengan apa yang di depan matanya sekarang. Ibu Ari Kustono juga tak tahan berkomentar: “waduh pak, ternyata sangat besar dan megah ya, sayang kalau dibiarkan kaya gini”. Ibu Ari Kustono mungkin punya pikiran dan keinginan untuk mengembalikan kejayaan masa lalu GKJ Nusakambangan seperti nampak pada bangunan yang dilihatnya yang kini sudah tidak terpelihara. Dari dua komentar yang saya rasa juga perasaan dan harapan 75 peserta bahkan mewakili jemaat GKJ Cilacap atau bahkan mungkin Sinode GKJ. Hal itu mendorong kami untuk menata rencana menyangkut “hidupnya” GKJ Nusakambangan ke depan.

Rumput, alang-alang, dan semak belukar yang tingginya mencapai 4 meter sudah mengelilingi dan menutupi sebagian bangunan gedung gereja eks GKJ Nusakambangan tersebut. Terlebih lagi rasa prihatin semakin mendalam ketika kami membuka pintu dan masuk ke dalam gedung gereja. plafon eternity yang jebol menyambut kami, kayu-kayu keropos menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi rayap dan tembok yang sudah terkelupas dan rapuh. Begitu pula tumpukan arsip-arsip usang dari LP Batu Nusakambangan tercecer dari lemari dan berserakan di lantai. Juga barang-barang yang tidak terpakai oleh LP Batu seperti; kayu-kayu bekas usuk dan reng, drum-drum bekas oli, dan barang rongsokan disimpan di dalam gedung gereja ini.

Tidak cukup waktu sehari yang kami luangkan untuk “mempercantik” gedung gereja ini. Sampai akhir kerja bakti kami hanya mampu menyelesaikan 15 % pekerjaan di gedung gereja eks GKJ Nusakambangan ini. Akhirnya pada jam 15.00 WIB kami kembali menyeberang menuju Cilacap dengan perasaan sukacita karna kami bisa memberikan sedikit sentuhan untuk gedung gereja yang terbengkelai ini, namun kami juga pulang masih membawa harapan untuk melanjutkan bakti kami melalui pemeliharaan gedung gereja tersebut.

Berawal dari rasa prihatin yang kemudian kami wujudkan dalam pemeliharaan fisik gedung gereja eks GKJ Nusakambangan ini, maka menyertai pula kerinduan dan keinginan dari saya dan beberapa rekan majelis dan angota jemaat untuk lebih serius “menarik kembali” asset yang sangat berharga ini demi kemajuan pelayanan di GKJ Cilacap khususnya dan Klasis Banyumas Selatan serta Sinode GKJ pada umumnya. Sudah terencana oleh kami langkah-langkah untuk mewujudkan kerinduan tersebut. Beberapa langkah yang sudah kami rencanakan saat ini adalah;

1. Kembali ke Nusakambangan untuk menyelesaikan pembersihan area gedung gereja dengan turut mengajak tenaga professional lapangan. Diantaranya 5 orang dengan pemotong rumput dan alaangh-alang. Menyemprotkan cairan “Roundup” untuk mengatasi tumbuhnya rumput dan alang-alang liar.

2. Bernegosiasi dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu Nusakambangan (sebagai penanggung jawab bangunan fisik gereja saat ini) dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengusahakan agar gedung gereja eks GKJ Nusakambangan tersebut dapat difungsikan kembali sebagaimana adanya sebuah gereja. Termasuk kemungkinan kalau sampai di renovasi apakah boleh dipergunakan oleh jemaat Kristen yang kebetulan mengadakan pelayanan ke LP-LP di Nusakambangan.

3. Menelusur dan mencari sumber-sumber sejarah GKJ Nusakambangan, diantaranya; wawancara dengan para pelaku sejarah GKJ Nusakambangan yang masih tersisa, mencari dokumen-dokumen di Klasis Banyumas Selatan ataupun di Sinode GKJ.

4. Mencari mitra yang peduli dan terpanggil untuk menjadi donator bagi pemeliharaan dan pemulihan kembali “Rumah Tuhan”.

5. Memohon doa dan restu dari Majelis GKJ Cilacap, Bapelklas Banyumas Selatan, dan Sinode GKJ. Jika dirasakan perlu syukur bisa membentuk “Tim Pencari” GKJ Nusakambangan. Begitu pula kami bersyukur kalau kepedulian itu diwujudkan dalam penyediaan dana ataupun sekedar mencarikan mitra yang terpanggil untuk “memelihara” GKJ Nusakambangan tersebut.

Setelah Daud menetap di rumahnya, berkatalah ia kepada nabi Natan: "Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda."

( 1 Tawarikh 17:1)

Firman Tuhan diatas merupakan ungkapan isi hati Daud setelah memperhatikan bahwa TUHAN tidak punya “tempat tinggal” yang layak. Istana raja yang sangat megah dan mewah sudah selesai dibangun dan ditempati oleh Daud, namun hal itu justru membuat Daud merasa tidak tenang dan tidak nyaman. Ada pikiran dan perasaan yang mengganggu dalam hati Daud. Masakan dirinya tinggal di dalam istana yang sangat megah dan mewah, sedangkan ia membiarkan Tuhan “tinggal” di bawah tenda.

Perasaan yang sama mungkin juga menghinggapi kita saat ini, setelah kita memperhatikan “Rumah Tuhan” di Nusakambangan ini. Adakah kita juga punya kerinduan untuk memberikan hal terbaik dari kita untuk “saudara dan bagian” kita di Nusakambangan ini?

GKJ Nusakambangan, mau kemanakah engkau?

GKJ Nusakambangan, dimanakah “saudaramu” kini?


1 komentar:

Blogger IDN mengatakan...

Syaloom,
Setelah membaca posting ini, saya merasa senang sekaligus prihatin.
Senang karena jemaat yang barasal dari para napi telah berkurang, hal ini menunjukkan suatu pemeliharaan rohani jemaat yang berhasil di gereja masing-masing, sehingga kriminalitas yang dilakukan oleh jemaat Tuhan semakin berkurang.
Keprihatinan saya adalah dengan kondisi dari GKJ Nusakambangan yang tidak hanya karena gedungnya yang tidak terpelihara, namun juga dalam hal pelayanan.
Seharusnya tidak ada istilah "hilang" bagi gereja yang telah memiliki status Gereja Dewasa, dan bila itu sampai terjadi maka lembaga yang menaunginya jelas kurang peduli terhadap pertumbuhan Gereja dalam hal ini Sinode GKJ.
Kalo memang tidak bisa dipertahankan sebagai Gereja Dewasa, ya jangan dipaksakan. Apa gereja yang sudah dewasa tidak dapat ditinjau kembali sesuai dengan keadaan yang terkini?
Saya salut dengan Jemaat GKJ Cilacap yang masih peduli karna memang seharusnya begitu dengan kedekatan secara geografis.
Kalaulah keberadaan GKJ Nusakambangan akan dipertahankan demi untuk melayani jemaaat Tuhan di pulau tersebut, maka tidak cukup dengan memperbaiki gedungnya saja, namun juga perlu kepedulian nyata dari Sinode GKJ untuk bersama mendukung secara adminstrasi, dana, maupun tata gereja yang ada.
Mungkin sementara hanya ini yang bisa saya sampaikan, semoga dapat disampaikan ke semua pihak yang berkompeten dalam pemulihan GKJ Nusakambangan.
GBU.