BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

26 November 2009

TAIZE: IBADAH MEDITATIF


TAIZE: IBADAH DOA MEDITATIF

Sabtu 11 April 2009 menjadi satu hari yang menjadi awal dari pengalaman iman baru bagi jemaat GKJ Cilacap. Khususnya dalam hal peribadatan jemaat, yang selama ini mengenal dua model ibadah yaitu model konvensional dan model ekspresif. Ibadah Konvensional merupakan ibadah yang kita kenal pada ibadah-ibadah minggu dengan menggunakan liturgi baku yang dikeluarkan oleh sinode. Sedangkan Ibadah Ekspresif akrab dengan apa yang sering kita sebut sebagai Kebaktian Penyegaran Rohani (KPR) yang menekankan ekspresi-ekspresi yang meluap-luap seiring jiwa pemuda.

Adapun Ibadah Meditaif atau yang sering disebut sebagai ibadah Taize memberikan ruang baru bagi jemaat yang menginginkan alternatif di luar kedua model yang sudah ada tersebut. Ibadah ini lebih menekankan pujian-pujian dan doa-doa melalui suasana hening sebagai cara untuk menghayati kehadiran Tuhan hingga seseorang mampu "mengalami Allah", artinya, lebih dari sekedar mengenal tetapi merasakan dengan sungguh kehadiran Allah dalam diri seseorang.

Pada hari Sabtu 11 April 2009 yang lalu GKJ Cilacap sudah mengadakan ibadah ini dan mendapat sambutan cukup baik, ada sekitar 150 orang yang menghadiri kebaktian tersebut. Harapan dari jemaat yang hadir, ibadah ini bisa diadakan secara berkala dan rutin di GKJ Cilacap sebagai bagian dari alternatif ibadah untuk mengembangkan penghayatan iman jemaat kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Jumat 27 Nopember 2009, ibadah Meditatif ini akan dilaksanakan kembali untuk menjawab kerinduan jemaat akan model-model ibadah yang kreatif dan inovatif. Dipersilakan kita untuk mendukung acara tersebut dengan menghadiri ibadah meditatif itu pada jumat jam 18.00 WIB. Selamat beribadah, Tuhan memberkati.

“SEKILAS MENGENAI IBADAH MEDITATIF”

Ibadah meditatif lebih di kenal dengan ibadah Taize yang diambil nama tempat komunitas ibadadah meditatif ini berasal. Bruder Roger Schutz mendirikan Komunitas Taizé sebagai suatu usaha untuk menemukan cara-cara mengatasi perpecahan antara orang-orang Kristen dan pertengkaran dalam keluarga bangsa manusia. Kini, Taizé merupakan sebuah tempat pertemuan ratusan ribu kaum muda dari tiap benua untuk berdoa dan menyiapkan diri bagi karya membangun perdamaian, dan kepercayaan di dunia.
Pada tahun 1940, ketika berusia 25 tahun, Perang Dunia II mulai berkecamuk. Selama beberapa tahun, ia telah mencita-citakan dalam dirinya akan terbentuk sebuah komunitas biarawan yang mengabdikan diri kepada pendamaian. Ia meninggalkan Swiss, negara kelahirannya, dan menetap di Burgundy, Prancis, tempat asal ibunya di tengah-tengah peperangan sedang berkecamuk. Kemudian hari ia menulis, “Semakin seorang beriman ingin menghayati panggilan Allah, yang mutlak, semakin penting berbuat demikian di tengah-tengah penderitaan manusia.”
Sementara ia mencari sebuah rumah, ia tiba di kota Cluny, yang peranannya dalam sejarah monastisisme diketahuinya, dan di dekatnya ia menemukan sebuah rumah yang dijual, di desa Taizé. Seorang perempuan tua menyambutnya, dan ketika ia mengungkapkan rencananya, perempuan itu mengatakan, “Tinggallah di sini; kami sangat terpencil.” Baginya, hal tersebut seperti suara Allah yang berbicara kepadanya melalui suara perempuan tua itu. Ia tidak pernah mendengar kata-kata seperti itu di tempat-tempat lain yang dikunjunginya.
Taizé hanya 2 km. dari garis demarkasi yang pada waktu itu membagi Prancis menjadi dua. Di rumah yang dibelinya, ia menyembunyikan pelarian-pelarian politik, yang kebanyakan orang Yahudi, yang melarikan diri dari daerah yang diduduki Nazi. Ia tinggal di Taizé dari 1940-1942. Seorang diri, ia berdoa tiga kali sehari dalam sebuah gereja kecil, seperti yang kelak akan dilakukan oleh komunitas yang hendak didirikannya. Ketika Gestapo berkali-kali mengunjungi rumahnya, ia terpaksa meninggalkan Prancis sejak bulan-bulan akhir 1942 sampai akhir 1944.
Tahun 1944, ketika kembali ke Prancis, Bruder Roger ditemani oleh tiga bruder yang pertama. Tahun 1949, tujuh orang bruder yang perdana menyatakan tekad hidup membiara selama hayat dikandung badan: hidup selibat, penerimaan atas tugas pelayanan dari prior, pemilikan bersama atas barang-barang jasmani dan rohani. Bruder Roger menjadi prior (kepala biara). Dari tahun ke tahun, Komunitas Taizé bertambah besar. Tahun 1961, saudara-saudara Katolik dapat masuk. Sekarang ada sekitar 100 bruder, orang-orang Katolik dan Protestan, berasal dari 30-an negara.
Oleh keberadaannya sendiri, komunitas itu menjadi tanda rekonsiliasi di kalangan orang-orang Kristen yang terpecah-pecah, di kalangan bangsa-bangsa yang terpisah-pisah. Komunitas Taizé diistilahkan oleh Bruder Roger sebagai “perumpamaan persatuan.”
Rekonsiliasi antara orang-orang Kristen merupakan pusat panggilan Taizé, tetapi tidak pernah dilihat sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Demikian halnya agar orang-orang Kristen menjadi ragi rekonsiliasi, ragi saling percaya antara bangsa-bangsa, ragi perdamaian di atas bumi.
Sejak tahun 1957-1958, Taizé menyambut kaum dewasa muda dalam jumlah yang kian bertambah besar, dari berbagai belahan Eropa, juga benua-benua lain. Hingga sekarang, setahun sekali dari hampir 100 bangsa yang berbeda-beda mengikuti pertemuan-pertemuan antarbenua. Selama bertahun-tahun, ratusan ribu anak muda berkumpul di Taizé dengan tema utama: pembatinan hidup dan solidaritas manusiawi. Selama satu minggu doa, dan bertukar pendapat dengan kaum muda yang lain, mereka mempersiapkan diri untuk melaksanakan tanggung jawab dalam situasi-situasi di mana mereka tinggal: pemahaman yang lebih besar dalam tentang doa, visi yang lebih universal tentang Gereja, kepedulian terhadap hak-hak manusia, kesadaran internasional, kepercayaan kepada orang asing, perhatian yang lebih besar akan perdamaian dan bagi rasa antarbudaya.
Kidung-kidung Taizé dapat dengan mudah dikenali. Kidung-kidung tersebut dinyanyikan terus-menerus dalam banyak bahasa, dan hal itu merupakan cara untuk mengungkapkan kenyataan dasariah, yang dengan cepat ditangkap oleh pikiran dan kemudian secara bertahap merasuki seluruh pribadi.

Musik Taizé
Pemimpin musik Taizé adalah Jacques Berthier (1923-1994), dia adalah seorang komponis dan organis di gereja St. Ignatius (Paris). Pada tahun 1975, berthier dan kawan-kawannya membuat lagu berdasarkan pola :
- Berulang-ulang
- Frasa musik yang pendek, secara khusus : nyanyian respon, kanon, rangkaian doa-doa, dan chant (nyanyian yang mudah dan pendek), yang memiliki melodi yang mudah diingat.

Liturgi Taizé
Liturgi Taizé adalah ucapan sekaligus musik pada waktu yang bersamaan “Tidak ada yang lebih nyaman untuk berkomuni dengan orang yang tinggal dengan Allah dengan cara doa yang meditatif, bernyanyi terus-menerus tanpa akhir, dan berlangsung dengan kesunyian yang menyatukan hati.”
Elemen-elemen yang digunakan dalam pelayanan ibadah Taizé:
 Mazmur-mazmur : Introitus – pembacaan Mazmur.
 Pembacaan : Perjanjian Lama; Injil; Surat-surat; bacaan pendek.
 Lagu : Respon; himne.
 Doa : Syafaat; persembahan; doa bebas; berkat.

Kegiatan-kegiatan Taizé
Setiap hari mereka berkumpul untuk berdoa bersama sebanyak 3 kali sehari. Pada petang hari, diadakan nyanyian dan doa, setelah itu para saudara tetap tinggal di Gereja untuk mendengarkan mereka yang ingin berbicara tetang masalah pribadi atau bertanya sesuatu.
Setiap Sabtu malam diadakan doa kebaktian Tuhan, sebuah pesta cahaya.
Pada hari Jumat malam, Gereja terbuka untuk siapa saja yang ingin berdoa, di tengah gereja terdapat patung salib yang besar. Orang yang datang untuk berdoa, duduk di sekelilingnya dalam keheningan sebagai suatu cara berserah diri kepada Tuhan.

1 komentar:

nita mengatakan...

shallom pak..
tadi sebenarnya nyari data liburan ke solo tapi nemu blog ini :)
dan byk baca soalnya dulu dari kecil memang di gereja kristen jawa. tapi sudah lama sekeluarga ibadah di gereja lain. kakak di gereja tiberias dan saya beserta suami di gereja bethel. Gbu