BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

25 April 2013

Leksionari: Memmbaca Alkitab dengan Hati


LEKSIONARI:
Membaca Alkitab dengan Hati

Selama ini orang menganggap khotbah sebagai “mahkota” ibadah. Dampaknya, yang kerap kemudian dilupakan dan diabaikan adalah pembacaan Alkitab. Padahal pembacaan Alkitab adalah dasar dari khotbah dan bukan sebaliknya. Pembacaan Alkitab yang menggunakan metode leksionari bertujuan menyadarkan jemaat, bahwa Alkitab adalah bagian terpenting dalam praktek liturgis kita. Yang dimaksud dengan Lektionari (lectionary, lectionarium) adalah Daftar Bacaan Alkitab.
BERMULA DARI IBADAH YAHUDI
Kekristenan tidak bisa terlepas dari keyahudian. Unsur-unsur keyahudian mewarnai tidak hanya pada Kitab Suci kita tetapi juga pada aspek liturgis/tata ibadah. Pengenalan akan liturgi dalam ibadah Yahudi menjadi penting dalam memahami posisi pembacaan Alkitab.   
Pola ibadah Sinagoge pada awalnya berlangsung sebagai berikut:
  1. Pendarasan Mazmur
  2. Pembacaan shema (dengarlah), yaitu pengakuan iman Israel sebagaimana yang tertulis dalam Ulangan 6:4-9; 11:13-21 dan Bilangan 15:37-41.
  3. Doa yang disebut syemoneh ‘ezreh (delapan belas ucapan berkat).
  4. Pembacaan Taurat (sedarim) dengan mengikuti jadwal (siklus, lectio) tertentu. Setidaknya ada dua siklus: Siklus Babilonia yang membuat seluruh Taurat selesai dibaca dalam satu tahun, dan Siklus Palestina di mana seluruh Taurat selesai dibaca dalam tiga tahun.
  5. Pembacaan kitab Para Nabi (haptaroth) yang diikuti–sekalipun tidak mutlak–dengan penjelasan atasnya. Pemilihan kitab Para Nabi tidak ditentukan seperti jadwal pembacaan Kitab Taurat.
  6. Pengucapan berkat sebagai penutup ibadah.
Pembacaan kitab-kitab itu dilakukan secara bergantian oleh ”awam”. Pada umumnya dilakukan oleh 10 orang laki-laki berusia 13 tahun ke atas yang disebut Minyan. Ibadah Sinagoge dapat disebut tipe ibadah ”awam.” Sebab dalam ibadah itu, jemaat tidak hanya pasif mendengarkan pembacaan kitab, melainkan diberi kesempatan untuk turut serta menyampaikan pemahamannya atas teks yang dibaca tersebut (seperti PA).
PENGGUNAAN LEKSIONARI DALAM KEHIDUPAN GEREJA
Praktek ibadah gereja kemudian melanjutkan pola ibadah Yahudi dengan penyesuaian-penyesuaian. Pembacaan Alkitab sebagai dasar ibadah terus dilanjutkan dengan perubahan susunan. Susunan yang mulai baku dalam ibadah Yahudi diubah menjadi seperti berikut:
 
Leksionari Gereja
Leksionari Yahudi
1. Perjanjian Lama
1. Sedarim (Taurat)
2. Surat Rasuli

3. Mazmur
2. Mazmur
4. Injil
3. Haphtaroth (Kitab Para Nabi)
Pola semacam ini menempatkan Injil sebagai bacaan yang termulia. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan perbedaannya dengan ibadah Yahudi. Pembacaan lainnya disusun sedemikian rupa sehingga menopang, memerkuat, memerlengkapi, bahkan bergantung pada Injil yang dibacakan (itulah sebabnya Injil dibacakan oleh klerus/imam).
Konsili Vatikan II (1962 – 1965), melakukan revisi terhadap leksionari, menghasilkan Ordo Lectionum Missae (OLM, 25 Mei 1969). Gereja berbahasa Inggris menggunakan OLM sebagai dasar ibadah Minggu. Atas dorongan dari Gerakan Oikumene dan ketidakpuasan terhadap OLM, Gereja-gereja Barat Non Katolik membentuk komisi revisi leksionari, menghasilkan The Lectionary yang dipergunakan oleh Gereja-gereja Anglikan, Lutheran, dan Presbyterian. Dalam perkembangannya, revisi leksionari yang dilakukan Gereja Barat Non Katolik menghasilkan Common Lectionary (CL) pada tahun 1982. CL digunakan secara oikumenis oleh berbagai aliran gereja, seperti: Gereja Anglikan dengan Book of Common Prayer, Gereja Lutheran dengan Book of Worship, Gereja Presbyterian dengan Worshipbook.

Tahun 2000, PGI menggunakan CL sebagai dasar penyusunan Buku Almanak (Agenda) Kristen Indonesia. Seiring dengan mulai dilakukan pembacaan Alkitab secara tematis di lingkungan GKJ, publikasi PGI ini mendorong GKJ untuk mulai menata pembacaan Alkitab dalam ibadah secara bersama dan berpola. Sementara itu, sejak tahun 1992 sebenarnya CL direvisi dan menghasilkan Revised Common Lectionary (RCL), yang secara berangsur-angsur RCL digunakan sebagai Daftar Bacaan Alkitab terbaru di kalangan Gereja Protestan. RCL ini kemudian dipakai oleh GKJ sebagai Daftar Bacaan Alkitab dalam Ibadah Minggu (Khotbah Jangkep).

LEKTOR: MEMBACA DENGAN HATI
Pembaca bacaan Alkitab disebut sebagai Lektor. Lektor sangat perlu untuk  mempersiapkan diri dengan baik. Menurut salah seorang bapa Gereja kita, Agustinus, pembacaan Alkitab sebagai sacramentum audible (sakramen yang dapat terdengar) dan sacramentum verbum visibile (sabda yang dapat terlihat). Jadi seorang Lektor adalah juga pelaksana sakramen kudus! Lektor diharapkan mampu membaca Alkitab dengan hati, bacaannya mampu menggerakkan orang lain untuk semakin menghayati cinta kasih Allah. Darmawidjaya, seorang ahli Alkitab gereja Katholik memberikan 4 metode membaca Alkitab;
1.      Pembacaan biasa, pembacaan yang berangkat dari keinginan untuk tahu atau untuk belajar.
2.      Pembacaan merenung, pembacaan yang berangkat dari pengertian, bacaan telah didalami dan diamini.
3.      Pembacaan berdoa, pembacaan bertujuan menyapa, menggerakkan, membahagiakan, menarik hati para pendengarnya.
4.      Pembacaan cinta, membaca dengan gairah cinta kasih (passion).

LEKSIONARI: MEMBANGUN JEMAAT MENCINTAI ALKITAB
Penggunaan pola ibadah dengan bacaan leksinari pada prinsipnya bertujuan untuk membangun jemaat supaya semakin mencintai Alkitab sebagai Firman Tuhan dengan cara yang baru. Dengan cara itu hendak dicapai maksud;
           1. Anggota jemaat berperan serta secara aktif dalam pembacaan Alkitab dalam ibadah.
  1. Anggota jemaat diajak mempersiapkan kebaktian dan pemahaman terhadap Firman Tuhan dengan  terlebih dahulu membaca Firman Tuhan dari keempat bacaan yang tersedia.
  2. Anggota jemaat diajak untuk mampu melihat hubungan suatu teks dengan teks lain, dan pada pihak lain anggota jemaat juga diajak bersikap jeli dan kritis untuk melihat perbedaan-perbedaan teologis yang dikemukakan oleh keempat bacaan leksionari tersebut.
  3. Anggota jemaat makin terlatih untuk menyikapi suatu khotbah yang bermutu dan sungguh-sungguh dipersiapkan secara matang, serta mampu disampaikan secara etis, relevan dan bertanggungjawab.
  4. Anggota jemaat terdorong untuk membaca Alkitab secara berkesinambungan melalui pembacaan Alkitab secara leksionaris setiap hari (daily readings), sehinggga mereka makin menyerap nilai-nilai firman Tuhan dalam kehidupan dan pergumulan mereka.
 PEMBACAAN LEKSIONARI DI GKJ
Tahun 2009 Sinode GKJ mulai memakai leksionari untuk menyusun khotbah jangkep dan Gereja-gereja menanggapi dengan beragam; ada yang menggunakan langsung dalam palayanan ibadah, ada yang masih menimbang-nimbang hal baru tersebut, ada pula yang tidak mau menggunakan dengan alasan; sulit untuk mengkaitkan teks-teks bacaan, ibadah menjadi lama, tidak ada panduan praktis dari sinode, menyerupai katholik, dll.

PEMBACAAN LEKSIONARI DI GKJ CILACAP
Sejak April 2010, Majelis GKJ Cilacap memutuskan untuk memulai menggunakan pola ibadah dengan pembacaan Alkitab Leksionaris. Keputusan pemnggunaan tata ibadah leksionaris didasari semangat kebersamaan dengan gereja-gereja di Sinode GKJ maupun dengan gereja-gereja anggota PGI dan bahkan gereja-gereja dunia (WCC). Selain demi kebersamaan gereja, juga tujuan dasar  mengajak seluruh jemaat GKJ Cilacap untuk mencintai Alkitab dengan seutuhnya. Keputusan penggunaan pola ibadah leksionaris ini tentu masih sangat minim pengalaman, karena itu masih sangat terbuka kemungkinan untuk menjadikan ibadah kita kepada Tuhan menjadi semakin baik.

KESAN DAN PESAN MEMBANGUN
Kurang lebih 4 (empat) bulan kita sudah mencoba untuk menggunakan pola ibadah baru, yakni pola ibadah leksionari. Tentu banyak hal berbeda dalam menanggapi hal baru ini, tidak perlu mencari kesalahan pihak lain dan hanya berpegang pada kebenaran sendiri. Dalam keberbedaan kita justru dibangun dan diperkaya. Oleh karena itu, segala kesan dan pesan membangun dari jemaat GKJ Cilacap akan diterima sebagai bahan pertimbangan agar supaya ibadah kita, khususnya ibadah leksionaris, semakin mendekatkan kita kepada Allah dan mengerti kehendaknya. Terima kasih masukannya. GBU.

0 komentar: