LEKSIONARI:
Membaca
Alkitab dengan Hati
Selama ini orang menganggap khotbah sebagai “mahkota”
ibadah. Dampaknya, yang kerap kemudian dilupakan dan diabaikan adalah
pembacaan Alkitab. Padahal pembacaan Alkitab adalah dasar dari khotbah dan
bukan sebaliknya. Pembacaan Alkitab yang menggunakan metode leksionari
bertujuan menyadarkan jemaat, bahwa Alkitab adalah bagian terpenting dalam praktek
liturgis kita. Yang dimaksud dengan Lektionari (lectionary, lectionarium) adalah Daftar
Bacaan Alkitab.
|
||||||||||
BERMULA
DARI IBADAH YAHUDI
|
||||||||||
Kekristenan
tidak bisa terlepas dari keyahudian. Unsur-unsur keyahudian mewarnai tidak
hanya pada Kitab Suci kita tetapi juga pada aspek liturgis/tata ibadah. Pengenalan
akan liturgi dalam ibadah Yahudi menjadi penting dalam memahami posisi
pembacaan Alkitab.
Pola ibadah Sinagoge pada awalnya berlangsung sebagai berikut:
Pembacaan
kitab-kitab itu dilakukan secara bergantian oleh ”awam”. Pada umumnya
dilakukan oleh 10 orang laki-laki berusia 13 tahun ke atas yang disebut Minyan.
Ibadah Sinagoge dapat disebut tipe ibadah ”awam.” Sebab dalam ibadah itu,
jemaat tidak hanya pasif mendengarkan pembacaan kitab, melainkan diberi
kesempatan untuk turut serta menyampaikan pemahamannya atas teks yang dibaca
tersebut (seperti PA).
|
||||||||||
PENGGUNAAN
LEKSIONARI DALAM KEHIDUPAN GEREJA
|
||||||||||
Praktek
ibadah gereja kemudian melanjutkan pola ibadah Yahudi dengan
penyesuaian-penyesuaian. Pembacaan Alkitab sebagai dasar ibadah terus
dilanjutkan dengan perubahan susunan. Susunan yang mulai baku dalam ibadah
Yahudi diubah menjadi seperti berikut:
Pola semacam ini menempatkan Injil sebagai bacaan yang
termulia. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan perbedaannya dengan ibadah
Yahudi. Pembacaan lainnya disusun sedemikian rupa sehingga menopang,
memerkuat, memerlengkapi, bahkan bergantung pada Injil yang dibacakan (itulah
sebabnya Injil dibacakan oleh klerus/imam).
Konsili Vatikan II (1962 – 1965), melakukan revisi
terhadap leksionari, menghasilkan Ordo Lectionum Missae (OLM, 25 Mei
1969). Gereja berbahasa Inggris menggunakan OLM sebagai dasar ibadah Minggu. Atas
dorongan dari Gerakan Oikumene dan ketidakpuasan terhadap OLM, Gereja-gereja
Barat Non Katolik membentuk komisi revisi leksionari, menghasilkan The
Lectionary yang dipergunakan oleh Gereja-gereja Anglikan, Lutheran, dan
Presbyterian. Dalam perkembangannya, revisi leksionari yang dilakukan Gereja
Barat Non Katolik menghasilkan Common Lectionary (CL) pada tahun 1982.
CL digunakan secara oikumenis oleh berbagai aliran gereja, seperti: Gereja
Anglikan dengan Book of Common Prayer, Gereja Lutheran dengan Book of Worship,
Gereja Presbyterian dengan Worshipbook.
Tahun 2000, PGI menggunakan CL sebagai dasar penyusunan
Buku Almanak (Agenda) Kristen Indonesia. Seiring dengan mulai dilakukan
pembacaan Alkitab secara tematis di lingkungan GKJ, publikasi PGI ini mendorong
GKJ untuk mulai menata pembacaan Alkitab dalam ibadah secara bersama dan
berpola. Sementara itu, sejak tahun 1992 sebenarnya CL direvisi dan
menghasilkan Revised Common Lectionary (RCL), yang secara
berangsur-angsur RCL digunakan sebagai Daftar Bacaan Alkitab terbaru di
kalangan Gereja Protestan. RCL ini kemudian dipakai oleh GKJ sebagai Daftar
Bacaan Alkitab dalam Ibadah Minggu (Khotbah Jangkep).
|
LEKTOR: MEMBACA
DENGAN HATI
Pembaca
bacaan Alkitab disebut sebagai Lektor. Lektor sangat perlu untuk mempersiapkan diri dengan baik. Menurut salah
seorang bapa Gereja kita, Agustinus, pembacaan Alkitab sebagai sacramentum
audible (sakramen yang dapat terdengar) dan sacramentum verbum visibile
(sabda yang dapat terlihat). Jadi seorang Lektor adalah juga pelaksana sakramen
kudus! Lektor diharapkan mampu membaca Alkitab dengan hati, bacaannya mampu
menggerakkan orang lain untuk semakin menghayati cinta kasih Allah. Darmawidjaya,
seorang ahli Alkitab gereja Katholik memberikan 4 metode membaca Alkitab;
1.
Pembacaan biasa, pembacaan yang
berangkat dari keinginan untuk tahu atau untuk belajar.
2.
Pembacaan merenung, pembacaan yang
berangkat dari pengertian, bacaan telah didalami dan diamini.
3.
Pembacaan berdoa, pembacaan
bertujuan menyapa, menggerakkan, membahagiakan, menarik hati para pendengarnya.
4.
Pembacaan cinta, membaca dengan
gairah cinta kasih (passion).
LEKSIONARI: MEMBANGUN
JEMAAT MENCINTAI ALKITAB
Penggunaan
pola ibadah dengan bacaan leksinari pada prinsipnya bertujuan untuk membangun
jemaat supaya semakin mencintai Alkitab sebagai Firman Tuhan dengan cara yang
baru. Dengan cara itu hendak dicapai maksud;
1. Anggota
jemaat berperan serta secara aktif dalam pembacaan Alkitab dalam ibadah.
- Anggota
jemaat diajak mempersiapkan kebaktian dan pemahaman terhadap Firman Tuhan
dengan terlebih dahulu membaca Firman Tuhan dari keempat bacaan yang
tersedia.
- Anggota
jemaat diajak untuk mampu melihat hubungan suatu teks dengan teks lain,
dan pada pihak lain anggota jemaat juga diajak bersikap jeli dan kritis
untuk melihat perbedaan-perbedaan teologis yang dikemukakan oleh keempat
bacaan leksionari tersebut.
- Anggota jemaat makin terlatih untuk menyikapi suatu khotbah yang bermutu dan sungguh-sungguh dipersiapkan secara matang, serta mampu disampaikan secara etis, relevan dan bertanggungjawab.
- Anggota jemaat terdorong untuk membaca Alkitab secara berkesinambungan melalui pembacaan Alkitab secara leksionaris setiap hari (daily readings), sehinggga mereka makin menyerap nilai-nilai firman Tuhan dalam kehidupan dan pergumulan mereka.
PEMBACAAN
LEKSIONARI DI GKJ
Tahun 2009 Sinode GKJ mulai memakai
leksionari untuk menyusun khotbah jangkep dan Gereja-gereja menanggapi dengan
beragam; ada yang menggunakan langsung dalam palayanan ibadah, ada yang masih
menimbang-nimbang hal baru tersebut, ada pula yang tidak mau menggunakan dengan
alasan; sulit untuk mengkaitkan teks-teks bacaan, ibadah menjadi lama, tidak
ada panduan praktis dari sinode, menyerupai katholik, dll.
PEMBACAAN
LEKSIONARI DI GKJ CILACAP
Sejak April 2010, Majelis GKJ Cilacap
memutuskan untuk memulai menggunakan pola ibadah dengan pembacaan Alkitab
Leksionaris. Keputusan pemnggunaan tata ibadah leksionaris didasari semangat
kebersamaan dengan gereja-gereja di Sinode GKJ maupun dengan gereja-gereja
anggota PGI dan bahkan gereja-gereja dunia (WCC). Selain demi kebersamaan
gereja, juga tujuan dasar mengajak seluruh
jemaat GKJ Cilacap untuk mencintai Alkitab dengan seutuhnya. Keputusan
penggunaan pola ibadah leksionaris ini tentu masih sangat minim pengalaman,
karena itu masih sangat terbuka kemungkinan untuk menjadikan ibadah kita kepada
Tuhan menjadi semakin baik.
KESAN DAN PESAN
MEMBANGUN
Kurang
lebih 4 (empat) bulan kita sudah mencoba untuk menggunakan pola ibadah baru,
yakni pola ibadah leksionari. Tentu banyak hal berbeda dalam menanggapi hal
baru ini, tidak perlu mencari kesalahan pihak lain dan hanya berpegang pada
kebenaran sendiri. Dalam keberbedaan kita justru dibangun dan diperkaya. Oleh
karena itu, segala kesan dan pesan membangun dari jemaat GKJ Cilacap akan
diterima sebagai bahan pertimbangan agar supaya ibadah kita, khususnya ibadah
leksionaris, semakin mendekatkan kita kepada Allah dan mengerti kehendaknya. Terima
kasih masukannya. GBU.
0 komentar:
Posting Komentar